Pada prinsipnya, makmum yang mampu membaca surat Al-Fatihah dengan baik, tidak boleh dan tidak sah bermakmum kepada imam yang tidak mampu membaca dengan baik. Karena imam harus mampu dan layak untuk menanggung bacaan makmum. Sedangkan imam yang bacaannya tidak baik tentu tidak layak untuk menanggung bacaan makmum yang baik.
Berbeda jika makmum dan imam sama-sama tidak baik bacaannya, dan keduanya memiliki kesalahan yang sama, maka mereka dapat melakukan jamaah bersama meski imam dianggap tidak bisa membaca dengan baik.
3 MACAM KESALAHAN MEMBACA AL-FATIHAH
Meskipun prinsipnya demikian, namun tidak dapat membaca Al-Fatihah dengan baik atau melakukan kesalahan dalam membaca fatihah itu bermacam-macam bentuknya. Masing-masing memiliki hukum dan ketentuan yang berbeda, sebagai berikut:
- Orang yang tidak mampu membaca huruf dengan benar, seperti tidak sesuai makhrajnya, mengubah suatu huruf menjadi huruf lain, tidak bisa membaca harakat, tasydid, atau mentasydid pada bacaan yang tidak tasydid. Bagi orang yang mampu membaca Al-Fatihah dengan baik, tidak boleh dan tidak sah bermakmum kepada orang tersebut. Sedangkan orang yang memiliki kesalahan yang sama, boleh dan sah untuk berjamaah.
- Orang yang melakukan kesalahan dalam membaca Al-Fatihah yang berdampak mengubah makna, seperti kata “an’amta” berubah menjadi “an’amtu” atau “an’amti”, maka hukum menjadikan orang ini sebagai imam, sama dengan rincian pertama, yaitu tidak sah menjadi imam dari makmum yang mampu membaca dengan baik.
- Orang yang melakukan kesalahan dalam membaca Al-Fatihah, namun tidak berdampak mengubah makna, seperti membaca “alhamdulillahi” menjadi “alhamdulillahu”, maka hukum berjamaah dengannya adalah makruh dan tetap sah. Meski demikian, jika dia sengaja membaca dengan salah, maka hukumnya adalah haram.
Al-Khathib As-Syirbini secara panjang lebar menjelaskan kasus seperti ini dalam kitab Mughnil Muhtaj sebagaimana berikut:
وَلَا قَارِئٍ بِأُمِّيٍّ فِي الْجَدِيدِ وَهُوَ مَنْ يُخِلُّ بِحَرْفٍ أَوْ تَشْدِيدَةٍ مِنَ الْفَاتِحَةِ وَمِنْهُ أَرَتُّ يُدْغِمُ فِي غَيْرِ مَوْضِعِهِ وَأَلْثَغُ يُبْدِلُ حَرْفًا بِحَرْفٍ وَتَصِحُّ بِمِثْلِهِ
Artinya, “Tidak sah bermakmumnya orang yang mampu membaca kepada imam yang tidak mampu membaca dengan baik menurut pendapat jadid, yaitu orang yang merusak satu huruf atau tasydidnya dalam membaca Al-Fatihah.
Termasuk dari orang yang tidak mampu membaca adalah orang yang membaca idgham tidak pada tempatnya, dan orang yang mengganti satu huruf dengan huruf yang lain.
” وَتُكْرَهُ بِالتَّمْتَامِ وَالْفَأْفَاءِ وَاللَّاحِنِ فَإِنْ غَيَّرَ مَعْنًى كَأَنْعَمْت بِضَمٍّ أَوْ كَسْرٍ أَبْطَلَ صَلَاةَ مَنْ أَمْكَنَهُ التَّعَلُّمُ فَإِنْ عَجَزَ لِسَانُهُ أَوْ لَمْ يَمْضِ زَمَنُ إمْكَانِ تَعَلُّمِهِ فَإِنْ كَانَ فِي الْفَاتِحَةِ فَكَأُمِّيٍّ وَإِلَّا فَتَصِحُّ صَلَاتُهُ وَالْقُدْوَةُ بِهِ
Artinya, “Makruh berjamaah dengan imam yang mengulang-ulang huruf seperti ta’ dan fa’, dan orang yang salah baca. Jika kesalahan itu mengubah makna, seperti “an’amta” dibaca dengan ta’ ḍhammah atau kasrah, maka membatalkan shalat bagi orang yang mampu dan mungkin belajar. Jika lisannya tidak mampu diubah, atau waktunya tidak cukup untuk belajar, jika itu pada bacaan Al-Fatihah, maka hukumnya seperti ummi (orang yang tidak bisa membaca dengan baik), jika itu di selain Al-Fatihah, maka shalatnya sah dan sah bermakmum kepadanya.”
Kemudian Al-Khatib menjelaskan pengertian ummi atau orang yang tidak mampu membaca dengan baik sebagai berikut:
وَهُوَ مَنْ يُخِلُّ بِحَرْفٍ) ظَاهِرٍ بِأَنْ عَجَزَ عَنْ إِخْرَاجِهِ مِنْ مَخْرَجِهِ (أَوْ تَشْدِيْدَةٍ مِنْ الْفَاتِحَةِ) لِرَخَاوَةِ لِسَانِهِ وَهَذَا تَفْسِيْرُ الْأُمِّيِّ
Artinya, “Ummi adalah orang yang melewatkan satu huruf yang jelas, dengan gambaran ia tidak mampu mengucapkannya dari makhrajnya atau tasydid pada Al-Fatihah karena lemahnya lidah, dan inilah penjelasan tentang ummi.”
Kemudian ia juga menjelaskan orang yang salah membaca yang dimakruhkan berjamaah dengannya sebagai berikut:
)وَ) كَذَا (اللَّاحِنُ) بِمَا لَا يُغَيِّرُ الْمَعْنَى كَضَمِّ هَاءِ لِلَّهِ تُكْرَهُ الْقُدْوَةُ بِهِ لِأَنَّ مَدْلُولَ اللَّفْظِ بَاقٍ وَإِنْ كَانَ تَعَاطِيهِ مَعَ التَّعَمُّدِ حَرَامًا
Artinya, “(Dan) juga (orang yang salah baca) dengan cara yang tidak merubah makna, seperti membaca dhommah ha’ dari lafadh “lillahi”. Makruh berjamaah dengannya karena kandungan makna dari lafadh tersebut tidak berubah. Meskipun melakukan kesalahan dengan sengaja itu haram.” (Al-Khathib As-Syirbini, Mughnil Muhtaj, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1997], juz I, halaman 364).
Simpulan Hukum Demikian penjelasan tentang berjamaah dengan imam yang tidak bisa membaca Al-Fatihah dengan baik. Secara kesimpulan, orang yang tidak bisa membaca Al-Fatihah dengan benar tidak sah menjadi imam, kecuali makmumnya memiliki kesalahan yang sama. Sedangkan orang yang salah baca, seperti salah harakat dalam membaca Al-Fatihah, maka makruh berjamaah dengannya jika kesalahan itu tidak mengubah makna, dan tidak sah jika kesalahan tersebut sampai berdampak mengubah makna. Wallahu a’lam.
0 Komentar