Rapat Koordinasi Yayasan Mabin An Nahdliyah Langitan

Rapat Koordinasi Yayasan Mabin An Nahdliyah Langitan

Yayasan Mabin An Nahdliyah Langitan Pada hari Jumat, 25 Oktober 2024, mengadakan Rapat Koordinator se-Jawa Timur di Griya Ciptaningati Pacet Mojokerto. Acara ini dihadiri oleh seluruh Pengurus Yayasan Mabin Langitan  dan Ketua Koordinator Kecamatan (Kortan) yang bernaungan di Yayasan Mabin An Nahdliyah Langitan dengan Agenda Rapat sebagai berikut :

1. Laporan Program Kerja:

– Evaluasi program kerja triwulan sebelumnya.

2. Laporan Keuangan:

– Melaporkan kondisi keuangan Yayasan

3. Hasil Penjualan dan Keuangan Toko An Nahdliyah:

– Tim lToko An Nahdliyah mempresentasikan hasil penjualan produk-produk yayasan.

– Pembahasan mengenai efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan logistik.

4. Musyawarah Ammah Reformasi Ketua Kortan (Koordinator Kecamatan):

5. Diskusi terbuka mengenai berbagai isu strategis yang dihadapi yayasan.

6. Pengambilan keputusan penting untuk kemajuan yayasan.

Rapat ini berjalan dengan lancar dan menghasilkan beberapa keputusan penting yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja yayasan di masa mendatang. Semua peserta rapat berkomitmen untuk terus bekerja sama demi mencapai tujuan bersama.

 

 

Hukum Jamaah dengan Imam yang Tidak Fashih Bacaan Fatihahnya

Hukum Jamaah dengan Imam yang Tidak Fashih Bacaan Fatihahnya

Pada prinsipnya, makmum yang mampu membaca surat Al-Fatihah dengan baik, tidak boleh dan tidak sah bermakmum kepada imam yang tidak mampu membaca dengan baik. Karena imam harus mampu dan layak untuk menanggung bacaan makmum. Sedangkan imam yang bacaannya tidak baik tentu tidak layak untuk menanggung bacaan makmum yang baik.

Berbeda jika makmum dan imam sama-sama tidak baik bacaannya, dan keduanya memiliki kesalahan yang sama, maka mereka dapat melakukan jamaah bersama meski imam dianggap tidak bisa membaca dengan baik.

3 MACAM KESALAHAN MEMBACA AL-FATIHAH

Meskipun prinsipnya demikian, namun tidak dapat membaca Al-Fatihah dengan baik atau melakukan kesalahan dalam membaca fatihah itu bermacam-macam bentuknya. Masing-masing memiliki hukum dan ketentuan yang berbeda, sebagai berikut:

  1. Orang yang tidak mampu membaca huruf dengan benar, seperti tidak sesuai makhrajnya, mengubah suatu huruf menjadi huruf lain, tidak bisa membaca harakat, tasydid, atau mentasydid pada bacaan yang tidak tasydid. Bagi orang yang mampu membaca Al-Fatihah dengan baik, tidak boleh dan tidak sah bermakmum kepada orang tersebut. Sedangkan orang yang memiliki kesalahan yang sama, boleh dan sah untuk berjamaah.
  2. Orang yang melakukan kesalahan dalam membaca Al-Fatihah yang berdampak mengubah makna, seperti kata “an’amta” berubah menjadi “an’amtu” atau “an’amti”, maka hukum menjadikan orang ini sebagai imam, sama dengan rincian pertama, yaitu tidak sah menjadi imam dari makmum yang mampu membaca dengan baik.
  3. Orang yang melakukan kesalahan dalam membaca Al-Fatihah, namun tidak berdampak mengubah makna, seperti membaca “alhamdulillahi” menjadi “alhamdulillahu”, maka hukum berjamaah dengannya adalah makruh dan tetap sah. Meski demikian, jika dia sengaja membaca dengan salah, maka hukumnya adalah haram.

Al-Khathib As-Syirbini secara panjang lebar menjelaskan kasus seperti ini dalam kitab Mughnil Muhtaj sebagaimana berikut:

وَلَا قَارِئٍ بِأُمِّيٍّ فِي الْجَدِيدِ وَهُوَ مَنْ يُخِلُّ بِحَرْفٍ أَوْ تَشْدِيدَةٍ مِنَ الْفَاتِحَةِ وَمِنْهُ أَرَتُّ يُدْغِمُ فِي غَيْرِ مَوْضِعِهِ وَأَلْثَغُ يُبْدِلُ حَرْفًا بِحَرْفٍ وَتَصِحُّ بِمِثْلِهِ

Artinya, “Tidak sah bermakmumnya orang yang mampu membaca kepada imam yang tidak mampu membaca dengan baik menurut pendapat jadid, yaitu orang yang merusak satu huruf atau tasydidnya  dalam membaca Al-Fatihah.

 

Termasuk dari orang yang tidak mampu membaca adalah orang yang membaca idgham tidak pada tempatnya, dan orang yang mengganti satu huruf dengan huruf yang lain.

 

”    وَتُكْرَهُ بِالتَّمْتَامِ وَالْفَأْفَاءِ وَاللَّاحِنِ فَإِنْ غَيَّرَ مَعْنًى كَأَنْعَمْت بِضَمٍّ أَوْ كَسْرٍ أَبْطَلَ صَلَاةَ مَنْ أَمْكَنَهُ التَّعَلُّمُ فَإِنْ عَجَزَ لِسَانُهُ أَوْ لَمْ يَمْضِ زَمَنُ إمْكَانِ تَعَلُّمِهِ فَإِنْ كَانَ فِي الْفَاتِحَةِ فَكَأُمِّيٍّ وَإِلَّا فَتَصِحُّ صَلَاتُهُ وَالْقُدْوَةُ بِهِ

Artinya, “Makruh berjamaah dengan imam yang mengulang-ulang huruf seperti ta’ dan fa’, dan orang yang salah baca. Jika kesalahan itu mengubah makna, seperti “an’amta” dibaca dengan ta’ ḍhammah atau kasrah, maka membatalkan shalat bagi orang yang mampu dan mungkin belajar. Jika lisannya tidak mampu diubah, atau waktunya tidak cukup untuk belajar, jika itu pada bacaan Al-Fatihah, maka hukumnya seperti ummi (orang yang tidak bisa membaca dengan baik), jika itu di selain Al-Fatihah, maka shalatnya sah dan sah bermakmum kepadanya.”

 

Kemudian Al-Khatib menjelaskan pengertian ummi atau orang yang tidak mampu membaca dengan baik sebagai berikut:

وَهُوَ مَنْ يُخِلُّ بِحَرْفٍ) ظَاهِرٍ بِأَنْ عَجَزَ عَنْ إِخْرَاجِهِ مِنْ مَخْرَجِهِ (أَوْ تَشْدِيْدَةٍ مِنْ الْفَاتِحَةِ) لِرَخَاوَةِ لِسَانِهِ وَهَذَا تَفْسِيْرُ الْأُمِّيِّ

Artinya, “Ummi adalah orang yang melewatkan satu huruf yang jelas, dengan gambaran ia tidak mampu mengucapkannya dari makhrajnya atau tasydid pada Al-Fatihah karena lemahnya lidah, dan inilah penjelasan tentang ummi.”

 

Kemudian ia juga menjelaskan orang yang salah membaca yang dimakruhkan berjamaah dengannya sebagai berikut:

)وَ) كَذَا (اللَّاحِنُ) بِمَا لَا يُغَيِّرُ الْمَعْنَى كَضَمِّ هَاءِ لِلَّهِ تُكْرَهُ الْقُدْوَةُ بِهِ لِأَنَّ مَدْلُولَ اللَّفْظِ بَاقٍ وَإِنْ كَانَ تَعَاطِيهِ مَعَ التَّعَمُّدِ حَرَامًا

 

Artinya, “(Dan) juga (orang yang salah baca) dengan cara yang tidak merubah makna, seperti membaca dhommah ha’ dari lafadh “lillahi”. Makruh berjamaah dengannya karena kandungan makna dari lafadh tersebut tidak berubah. Meskipun melakukan kesalahan dengan sengaja itu haram.”  (Al-Khathib As-Syirbini, Mughnil Muhtaj, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1997], juz I, halaman 364).

Simpulan Hukum Demikian penjelasan tentang berjamaah dengan imam yang tidak bisa membaca Al-Fatihah dengan baik. Secara kesimpulan, orang yang tidak bisa membaca Al-Fatihah dengan benar tidak sah menjadi imam, kecuali makmumnya memiliki kesalahan yang sama.    Sedangkan orang yang salah baca, seperti salah harakat dalam membaca Al-Fatihah, maka makruh berjamaah dengannya jika kesalahan itu tidak mengubah makna, dan tidak sah jika kesalahan tersebut sampai berdampak mengubah makna. Wallahu a’lam.

Sumber: https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/hukum-jamaah-dengan-imam-yang-tidak-fashih-bacaan-fatihahnya-yQGEM

Imam Salah Baca Al-Quran, Apakah Sah Shalat Jamaahnya?

Imam Salah Baca Al-Quran, Apakah Sah Shalat Jamaahnya?

Para ulama berbeda pendapat perihal status shalat berjamaah lantaran kesalahan bacaan surat oleh imam. Perbedaan pandangan ulama perihal ini akan dikemukakan sebagai berikut. Kesalahan bacaan surat Al-Quran dalam shalat dalam pandangan Imam Abu Hanifah dan muridnya Syekh Muhammad berimplikasi pada keabsahan shalat. Menurut keduanya, kesalahan bacaan Al-Quran lalu kesalahan bacaan melahirkan makna yang jauh dapat membatalkan shalat.

وتبطل أيضاً عند أبي حنيفة ومحمد بما له مثل في القرآن، والمعنى بعيد، ولم يكن متغيراً تغيراً فاحشاً. ولا تبطل عند أبي يوسف؛ لعموم البلوى

Artinya, “Ibadah shalat menjadi batal menurut Imam Abu Hanifah dan Syekh Muhammad karena bacaan yang memiliki kemiripan dalam Al-Quran, sedangkan makna yang muncul karena salah bacaan tersebut cukup jauh meski tidak fatal. Tetapi ibadah shalat itu tidak batal menurut Syekh Abu Yusuf karena umumul balwa,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua,  juz II, halaman 20). 

Adapun ulama madzhab Maliki menganggap kesalahan bacaan Al-Quran tanpa sengaja oleh seorang imam dalam shalat tidak mempengaruhi keabsahan shalat. Tetapi makmum yang mengikutinya berdosa bila ada orang lain yang masih layak menjadi imam.

وَ) صَحَّتْ (بِلَحْنٍ) فِي الْقِرَاءَةِ (وَلَوْ بِالْفَاتِحَةِ) إنْ لَمْ يَتَعَمَّدْ، (وَأَثِمَ) الْمُقْتَدِي بِهِ (إنْ وَجَدَ غَيْرَهُ) مِمَّنْ يُحْسِنُ الْقِرَاءَةَ وَإِلَّا فَلَا

Artinya, “Shalat (dengan) bacaan (salah meski itu adalah Al-Fatihah) tetap sah jika dilakukan secara tidak sengaja. Makmum yang mengikuti imam yang salah baca (berdosa jika mendapati imam lain) yang baik bacaannya. Tetapi jika tidak ada imam lain yang baik bacaannya, maka makmum tidak berdosa,” (Lihat Syekh Ahmad bin Muhammad As-Shawi, Hasyiatus Shawi alas Syarhis Shaghir, juz II, halaman 230).

Pandangan mazhab Syafi’i berbeda lagi. Menurut mazhab ini, kesalahan bacaan Al-Quran selain Al-Fatihah yang tidak mengubah makna tidak membatalkan shalat dan tidak merusak status shalat berjamaah. Tetapi kesalahan bacaan Al-Quran yang mengubah makna bila dilakukan karena lupa juga tidak membatalkan shalat dan tidak merusak status shalat berjamaah meski makruh.

وأما السورة فإن كان اللحن لا يغير المعنى صحت صلاته والقدوة به لكنه مع التعمد والعلم حرام وإن كان يغير المعنى فإن عجز عن التعلم أو كان ناسيا أو جاهلا صحت صلاته والقدوة به مطلقا مع الكراهة

Artinya, “Adapun surat [selain Al-Fatihah], jika kesalahan itu tidak mengubah makna, maka sah lah shalatnya dan sah juga bermakmum kepadanya. Tetapi jika kesalahan itu dilakukan dengan sengaja dan sadar [akan larangan demikian], maka haram. Sementara jika seseorang tidak sanggup belajar, lupa atau tidak tahu, maka sah lah shalatnya dan sah juga bermakmum kepadanya secara mutlak meski makruh,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zein, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2002 M/1422 H] cetakan pertama, halaman 126).

Adapun Mazhab Hanbali berpendapat bahwa kesalahan bacaan surat Al-Quran selain Al-Fatihah tanpa sengaja di dalam shalat berjamaah tidak masalah. Tetapi jika kesalahan bacaan terjadi pada surat Al-Fatihah dalam shalat, itu menjadi masalah.

وقال الحنابلة : إن أحال اللحان المعنى في غير الفاتحة لم يمنع صحة الصلاة ولا الائتمام به إلا أن يتعمده، فتبطل صلاتهما. أما إن أحال المعنى في الفاتحة فتبطل الصلاة مطلقاً

Artinya, “Mazhab Hanbali mengatakan bahwa jika imam yang salah itu mengubah makna pada surat selain Al-Fatihah, maka [kesalahan] itu tidak mencegah keabsahan shalat dan keabsahan bermakmum kepadanya kecuali jika dilakukan dengan sengaja sehingga [dengan sengaja] batal shalat keduanya. Adapun jika ia mengubah makna pada surat Al-Fatihah, maka batal shalatnya secara mutlak,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua,  juz II, halaman 22).

Kesalahan bacaan karena lupa sebaiknya tidak perlu menjadi masalah publik karena tiada satu pu imam yang menginginkan demikian. Tetapi kami menyarankan agar pihak masjid atau pihak mana pun yang ingin menyelenggarakan shalat berjamaah yang melibatkan massa besar untuk memilih imam yang memang terbiasa mengimami makmum dalam jumlah besar. Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca. Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq, Wassalamu ’alaikum wr. wb.

 

Sumber: https://nu.or.id/bahtsul-masail/imam-salah-baca-al-quran-apakah-sah-shalat-jamaahnya-sGOEY